JAKARTA- Unit Usaha Syariah (UUS) milik PT Bank Tabungan Negara (Persero/BTN) Tbk, diperkirakan bakal menjadi salah satu pemain utama di industri perbankan syariah nasional. Tapi masih harus menunggu keputusan resmi menjadi Bank Umum Syariah (BUS) yang diharapkan selesai pada tahun ini.
Menurut Direktur Utama BTN, Nixon Napitupulu cukup beralasan jika BTN Syariah bakal menjadi besar. Pasalnya, bank ini memiliki basis pertumbuhan bisnis yang solid dan keunikan yang tak dimiliki UUS atau BUS lainnya.
Nixon mengungkapkan, aset BTN Syariah saat ini, mencatatkan pertumbuhan dan kinerja yang sangat mengilap. Jumlah asetnya mencapai Rp58 triliun per kuartal III-2024, atau melesat 19,2 persen secara tahunan (year on year/yoy) ketimbang periode sama di 2023 sebesar Rp48 triliun.
“Kalau hitungan saya, dengan kecepatan yang sama, seharusnya (dalam waktu) tiga tahun (aset) BTN Syariah sudah (mencapai) Rp100 triliun,” ujar Nixon di Jakarta, dikutip Kamis (30/1/2025).
BTN selaku induk usaha, kata Nixon, sangat serius untuk mengembangkan BTN Syariah melalui akuisisi PT Bank Victoria Syariah (BVIS). Rencananya, BVIS akan diintegrasikan dengan BTN Syariah sebagai bagian dari proses spin-off BTN Syariah menjadi BUS. “Diharapkan rampung pada semester II-2025,” ungkapnya.
Menurut Nixon, BTN Syariah memiliki potensi menjadi pemain besar di industri perbankan syariah. Karena ditunjang kapabilitas dan keunikannya sebagai UUS yang saat ini memimpin pasar KPR syariah di Indonesia. Di mana, market share BTN Syariah di atas 90 persen.
“Kepercayaan masyarakat segmen syariah akan jauh lebih tinggi, karena UUS itu kan masih setengah-setengah atau abu-abu. Kalau sudah clear (berubah menjadi BUS), black or white, kepercayaan atau trust levelnya naik. Sehingga, biasanya yang pertama naik itu DPK (Dana Pihak Ketiga). Hitungan kami seperti itu,” ujar Nixon.
Dari sisi pembiayaan, BTN Syariah juga turut menopang kiprah induknya di program pembangunan 3 juta rumah, melalui penyaluran pembiayaan rumah subsidi yang menggunakan akad syariah.
Apalagi, kata Nixon, sekitar 20 persen hingga 25 persen masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di Indonesia, menginginkan akad KPR berskema syariah.
“Setidaknya ada dua BUMN yang bergerak di bidang perbankan syariah, karena yang mau dilayani ini besar. Jadi, tolong dilihat bahwa kuenya ini gede banget. Marketnya (BTN Syariah) tidak akan terlalu compete dengan mereka (bank-bank syariah lainnya),” tutur Nixon.
Harapan dan keyakinan yang sama disampaikan Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae, kehadiran BTN Syariah akan memberikan warna tersendiri bagi pasar industri keuangan syariah di Indonesia.
Saat ini, kata Dian, industri perbankan syariah di Indonesia cenderung didominasi satu entitas. “Sehingga ini tentu tidak kondusif untuk persaingan antarbank syariah sendiri maupun persaingan antara bank syariah dengan bank konvensional,” ujar Dian dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Komisioner OJK bulanan, Jakarta, Selasa (7/1/2025).
Oleh sebab itu, kata Dian, OJK mendorong terjadinya konsolidasi di perbankan syariah, terutama melalui aksi korporasi berupa spin-off, merger, ataupun akuisisi.
Pengamat perbankan dari Segara Research Institute, Piter Abdullah mengatakan, pasar perbankan syariah nasional, sangat membutuhkan pemain yang spesifik dan telah berpengalaman di bidang tersebut.
“BTN Syariah, saat ini, menjadi satu-satunya pemain syariah yang fokusnya di sektor perumahan karena bertumbuh berbarengan dengan induknya. Ini menjadi bekal kuat untuk BTN Syariah melayani lebih banyak segmen masyarakat syariah ketika sudah di-spin-off menjadi BUS,” kata Piter. (ini/isl)