JAKARTA – Gerakan Masyarakat Anti Korupsi (Germasuap) mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (13/6/2024). Mereka mendesak Ketua DPD Partai Demokrat Sumatera Utara Lokot Nasution segera ditingkatkan statusnya sebagai tersangka.
Menurut pengunjukrasa, Lokot Nasution diduga terjerat kasus korupsi proyek jalur kereta api Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tahun 2017-2018. Lokot terbukti terlibat kasus korupsi jalur kereta api dengan proses pemeriksaan yang dilalukan penyidik KPK selama 11 jam pada Maret 2024.
Menurut Koordinator Aksi Anwar Siregar, sebelum bergabung dengan pengurus DPP Partai Demokrat tahun 2020, Lokot berstatus PNS Kemenhub yang pada saat proyek
dilaksanakan tahun 2017-2018 menjabat Kepala Satuan Kerja (Kasatker). Pada tahun 2019 akhir, Lokot mengundurkan diri dari PNS Kemenhub.
“KPK, khususnya penyidik, jangan sampai tertipu dengan status Muhammad Lokot Nasution yang saat ini Ketua DPD Partai Demokrat Sumatera Utara. KPK harus menetapkan status tersangka dan segera menahannya,” kata Anwar.
Selain itu, Lokot juga diduga terlibat suap deal KSO proyek multi years jalan dan jembatan Provinsi Sumatera Utara tahun 2022-2023 senilai Rp2,7 triliun, yang saat dimulai proyek tersebut sudah bermasalah karena tanpa payung hukum.
KSO Waskita SMJ Utama yang dilakukan atas adanya dugaan andil dari Lokot dan SN serta W selaku broker, setelah lelang proyek bermasalah Rp2,7 triliun dimenangkan PT. Waskita Karya.
KSO kemudian dibuat. Seharusnya, KSO terlebih dahulu dilakukan, baru lelang dilaksanakan dalam proses deal KSO Waskita SMJ Utama pada awal tahun 2022. Kuat dugaan, Lokot bersama SN dan W selaku broker, mendapatkan fee uang senilai Rp10 miliar dari Dirut PT. Waskita Karya Destiawan Soewardjono yang ditangkap Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI).
Uang diduga suap KSO tersebut mengalir kepada sejumlah Kepala OPD Pemprov Sumut yang terkait dengan proyek Rp2,7 triliun, diantaranya: Pj Sekda Provsu plus Sekwan DPRD Sumut Afifi Lubis, Kepala BPKAD Ismail Sinaga, Kepala Bappeda Hasmirizal Lubis, Kepala PBJ Mulyono, Kepala Dinas PUPR Bambang Pardede, Inspektorat Lasro Marbun.
Proyek Rp2,7 triliun disebut tidak ada payung hukum dikarenakan tak adanya tertuang di APBD Sumut, Hanya bermodalkan MoU Gubsu Edy Rahmayadi saat itu bersama 2 orang pimpinan DPRD Sumut Baskami Ginting dan Rahmansyah Sibarani.
“KPK juga harus memeriksa DP proyek yang dicairkan Pemprov Sumut melalui Bank Sumut kepada KSO Waskita SMJ Utama sekira Rp205 miliar. Akan tetapi pada saat itu, KSO belum juga melaksanakan pekerjaan. Setelah 3 bulan kemudian, KSO mulai melaksanakan pekerjaan proyek, yang hanya PT. SMJ saja. Sedangkan PT. Waskita Karya dan PT. Pijar Utama sama sekali tidak ada karena kredit yang ada dan diterima Bank Sumut hanya PT. SMJ,” ungkap Anwar.
Meski demikian, lanjutnya, PT. SMJ sampai saat ini belum melunasi kredit kepada Bank Sumut, sekitar Rp59 miliar, karena Pemprov Sumut belum membayar lunas pekerjaan 77 persen.
Proyek Rp2,7 triliun yang berakhir pada Desember 2023, ternyata tetap dilaksanakan sampai dengan Juni 2024, kemudian dihentikan Kadis PUPR Provinsi Sumut Mulyono.
Progres proyek selesai 77 persen atau sekitar Rp1,7 triliun, tetapi Pemprov Sumut baru membayar sekira Rp800 miliar, dan Pemprov Sumut terutang sekira Rp900 miliar.
KPK telah menerima laporan dugaan korupsi proyek Multi Years Jalan dan Jembatan Provinsi Sumatera senilai Rp2,7 triliun pada Rabu 24 Agustus 2022, dengan nomor informasi 2022-A-02946 dan nomor agenda 2022-08-101 yang diterima oleh petugas KPK bernama Dewa Ayu Kartika, atas nama pelapor Perwira Siregar dari AMSU (Aliansi Mahasiswa Sumatera Utara) beserta daftar nama dan nomor telepon para pihak yang terkait proyek termasuk ketiga broker inisial S, L, dan Wahyu.(akt/bj)