SORONG – Bermula dari temuan rekan jurnalis saat melakukan investigasi terhadap program Kredit Pemilikan Rakyat (KPR) rumah subsidi berjumlah sekitar 385 unit yang terbengkalai di Jalan Kontener atau Petrogas KM 17 Kota Sorong dan di Jalan Pemakaman Umum KM 10 Masuk yang terbengkalai dari uang rakyat senilai Rp 73 Miliar lebih.
Nasib akhir dari uang senilai 73 miliar itu sungguh tragis. Hunian bertajuk KPR Rumah Kopel Subsidi di Jalan Petrogas Km 17 Kabupaten Sorong dan Jalan Pemakaman Km 10 Kota Sorong mirip kompleks perumahaan sisa peninggalan purbakala.
Kasus itupun telah ditangani oleh Kejaksaan Tinggi Papua Barat. Dan setelah melewati serangkaian pemeriksaan secara dengan kondisi penyidik Tipikor yang terbatas akhirnya menjadi terang.
Sejak Kamis, (12/12/2024) penyidik Tindakan Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Papua Barat akhirnya menetapkan dua tersangka dugaan korupsi Fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Sejahtera Tapak fasilitas likuaditas pembayaran perumahan pada Bank Papua cabang Pembantu Kumurkek tahun 2016 – 2017 yang merugikan negara senilai Rp 44.831.508.890.-.
Dimana tercatat PT JAYA MOLEK PERKASA. sebagai developer pembangun 8 Perumahan di Kota Sorong sebanyak kurang lebih 386 unit namun sebanyak 240 unit belum 100% atau siap huni.
Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Barat melalui Asisten Bidang Tindak Pidana Khusus, Abun Hasbulloh Syambas,S.H.,M.H menyatakan kedua tersangka menjalani pemeriksaan di Sorong dan Malang.
“Pada hari ini, Jumat tanggal 13 Desember 2024, bertempat di Kantor Kejaksaan Negeri Sorong, Penyidik Kejaksaan Tinggi Papua Barat setelah melakukan serangkaian tindakan penyidikan dengan telah menetapkan Tersangka dalam perkara Tindak Pidana Korupsi Dana Fasilitas Kredit Pemilikan Rumah Sejahtera Tapak Fasilitas Likuiditas Pembayaran Perumahan (KPR FLPP) pada PT.Bank Pembangunan Daerah Papua Kantor Cabang Pembantu Kumurkek Tahun 2016-2017,” kata Abun Hasbulloh saat konferensi pers di Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Sorong, Jumat (13/12/2024).
Kedua tersangka yang merugikan negara sekitar 44 Miliar lebih, kata Abun Hasbulloh yakni Tersangka berinisial HPL, selaku Kepala Kantor Cabang Pembantu Bank Papua Kumurkek, dan tersangka berinisial SDA, selaku Direktur PT. JAYA MOLEK PERKASA developer perumahan Dana Fasilitas Kredit Pemilikan Rumah Sejahtera Tapak Fasilitas Likuiditas Pembayaran Perumahan pada PT.Bank Pembangunan Daerah Papua Kantor Cabang Pembantu Kumurkek Tahun 2016-2017.
Posisi singkat perkara, Abun Hasbulloh sampaikan bahwa pada tahun 2016–2017 terdapat Dana Fasilitas Kredit Pemilikan Rumah Sejahtera Tapak Fasilitas Likuiditas Pembayaran Perumahan (KPR FLPP) pada PT.Bank Pembangunan Daerah Papua Kantor Cabang Pembantu Kumurkek yang bersumber dari Modal PT.Bank Pembangunan Daerah Papua dan subsidi Kementerian Perumahan Rakyat.
“KCP Bank Papua Kumurkek menerima permohonan KPR FLPP dari PT.JAYA MOLEK PERKASA. Selanjutnya dilakukan Perjanjian Kerjasama antara PT.Bank Pembangunan Daerah Papua dengan Tersangka SDA selaku Direktur PT.JAYA MOLEK PERKASA. Dalam pelaksanaan KPR FLPP harus melalui tahapan analisis/verifikasi calon penerima dan setelah pembangunan perumahan oleh developer selesai 100 persen siap huni selanjutnya dilakukan Akad Kredit/Perjanjian Kredit antara debitur dengan Kepala Kantor Cabang Pembantu Bank Pembangunan Papua Selaku Pemutus Kredit, ” ungkap Abun Hasbulloh.
Berdasarkan hasil penyidikan diketahui jika tersangka SDA selaku Direktur PT.JAYA MOLEK PERKASA membangun 8 Perumahan di Kota Sorong sebanyak kurang lebih 386 unit namun sebanyak 240 unit belum 100% atau siap huni

“Meskipun sebagian pembangunan rumah belum selesai 100 persen dikerjakan atau siap huni, tersangka HPL memberikan persetujuan kredit dan dana KPR FLPP dibayarkan kepada Tersangka SDA,” ucap Abun Hasbulloh.
Para Tersangka tersebut disangka dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Lalu Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Dalam penyidikan, lanjut dia, terungkap bahwa perbuatan para Tersangka tersebut merugikan keuangan negara sebesar Rp. 44.831.508.890.- (Empat Puluh empat Milyar Delapan Ratus Tiga Puluh Satu Juta Lima Ratus Delapan Ribu Delapan Ratus Sembilan Puluh Rupiah).
“Kerugian negara ini, merupakan hasil hitung dari Auditor Internal dari Bank Papua, ” kata Abun Hasbulloh.
Dalam hitungan pihak Kejaksaan Tinggi, Abun Hasbulloh sampaikan kerugian negara mencapai terbengkalai ini.
Selanjutnya untuk para tersangka sejak tanggal 12 Desember 2024 Penyidik Kejaksaan Tinggi Papua Barat melakukan penahanan Rutan terhadap para tersangka tersebut selama 20 hari ke depan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Sorong, dengan alasan Para Tersangka disangka melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih serta adanya kekhawatiran Tersangka akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi tindak pidana.
Asspidsus Kejati Papua Barat mengaku masih terus mendalami kasus ini dan kemungkinan besar masih akan ada penambahan tersangka lagi. Demikian pula dengan kerugian negara yang timbul dari kasus pembangunan KPR subsidi ini.(bc)