JAKARTA – Pasca Syahrul Yasion Limpo (SYL) dituntut 12 tahun penjara dan bayar uang pengganti sebesar Rp 44,2 miliar dan 30 ribu dolar AS, pihaknya kini mulai berani membeberkan adanya dugaan korupsi lain.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut politikus Partai NasDem itu imbas adanya dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi di Kementerian Pertanian (Kementan) selama 2020-2023.
Dalam persidangan, Penasihat hukum SYL Djamaludin Koedoeboen mengungkapkan ada beberapa fakta yang masih belum tersingkap.
“Mohon maaf rekan-rekan JPU yang kami hormati, kami cuma minta tolong, di Kementerian Pertanian RI bukan cuma soal ini,” ujar Djamaludin Koedoeboen dalam sidang pembacaan surat tuntutan terdakwa SYL di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (28/6/2024).
Fakta tersebut, ungkap Djamaludin, adalah adanya penggunaan anggaran Kementan dalam proyek Green House di Kepulauan Seribu.
Disebutkan bahwa pemilik Green House itu adalah pimpinan partai. Namun, ia enggan menyebut secara gamblang siapa sosok yang dimaksud.
“Ada permohonan Green House di Pulau Seribu yaitu milik pimpinan partai tertentu yang diduga itu adalah duit dari Kementan juga,” ujar Koedoeboen.
Selain itu, di dalam persidangan pula, penasihat hukum SYL mengungkit adanya proyek importasi beranggaran triliunan rupiah yang bermasalah.
“Saya kira bapak-bapak tahu itu, ada import yang nilainya triliunan,” katanya.
Kemudian, pihak SYL juga menyinggung bos perusahaan pakaian dalam PT Mulia Knitting Factory (Rider) Hanan Supangkat.
“Siapa itu Hanan Supangkat? Tolong itu juga menjadi perhatian bagi rekan-rekan,” kata Koedoeboen.
Selepas persidangan, Koedoeboen mengungkapkan bahwa Hanan Supangkat diduga terafiliasi dengan pimpinan partai NasDem, partai politik yang menaungi SYL.
“Ada nama-nama lain yg juga sudah mengemuka di persidangan, seperti Hanan Supangkat, dan itu berkaitan diduga dengan pimpinan partai politik, ya khususnya Nasdem lah,” ujar Koedoeboen melalui sambungan telpon, Jumat (28/6/2024).
Menurut Koedoeboen, sampai sekarang ini SYL belum sempat membuka seluruh masalah tersebut karena kliennya tersebut belum memiliki cukup keberanian.
Bahkan katanya, SYL masih berusaha menganalisis siapa yang sedang dia lawan dalam perkara ini.
“Kan masih ada kekhawatiran, beliau (SYL) tidak tahu sebenarnya lawan siapa. Melawan sebuah kebenaran atau melawan sebuah kekuatan lain ataukah apa sebenarnya yang membuat beliau masih gamang mengungkapkan fakta-fakta kebenaran itu,” ujarnya.
Namun demikian, hal-hal seperti itu akan dituangkan di dalam pleidoi atau nota pembelaan yang akan dilayangkan nantinya.
“Itu pasti kita taruh di pleidoi,” katanya.
Sebagai informasi, selain pidana badan 12 tahun penjara, SYL juga telah dituntut untuk membayar denda Rp 500 juta subsidier 6 bulan kurungan.
Dia juga dituntut untuk membayar uang penganti sejumlah gratifikasi yang diterimanya, yakni Rp 44.269.777.204 dan USD 30 ribu.
SYL harus membayar uang pengganti tersebut dalam jangka waktu satu bulan setelah perkaranya berkekuatan hukum tetap.
Menurut jaksa, harta benda SYL akan disita dan dilelang jika ia tidak sanggup membayar uang pengganti tersebut.
“Dan jika tidak mencukupi akan diganti pidana penjara 4 tahun,” kata jaksa.
Dalam perkara ini, jaksa mengatakan bahwa SYL terbukti melanggar Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan pertama.(tbn/klt)