JAKARTA – Jampidum menghadapi tahun 2026 sebagai tahun pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2023 kembali bergerak cepat dengan menggelar acara dialog terbatas yang menghadirkan IJRS, ICJR, LeIP serta nara sumber Prof Topo Santoso, Prof Marcus Priyo Gunarto, Fachrizal Affandi, PhD serta Cahyani Suryandari, S.H., M.H. dari Ditjen PP Kementerian Hukum.
Acara yang berlangsung hybrid secara luring dan daring ini, dilaksanakan di Ruang Rapat Jampidum Kejaksaan Agung dihadiri pejabat eselon 2 dan eselon 3 pada jajaran Jampidum. Sebelum pelaksanaan acara Asep N.Mulyana selaku Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum dalam sambutan singkatnya menyampaikan bahwa Jam Pidum memfasilitasi dialog antara tim penyusun, pakar hukum dan unsur kementerian dengan masyarakat sipil dalam rangka penguatan implementasi UU No. 1 Tahun 2023.
Pada kesempatan acara dialoq terbatas tersebut IJRS, ICJR, LEIP menyampaikan masukan terkait beberapa pasal didalam KUHP 2023 yang disarankan untuk direvisi karena akan menyulitkan dalam pelaksanaannya nanti. Diantaranya seperti pasal 132 ayat (2) tentang gugurnya kewenangan penuntutan yang merujuk pasal 121 yang materinya sama sekali tidak berkaitan, demikian juga penjelasan dari beberapa pasal tidak berhubungan dengan pasal yang disampaikan atau merujuk pada pasal yang keliru seperti pasal 458, pasal 466 yang merujuk pada pasal 36 dan pasal 54 huruf j, selanjutnya pada pasal 521 seharusnya pada unsur barang ada kata “sebagian” namun seperti ada typo yang dapat merubah makna unsur.
Masukan lain yang lebih penting juga disampaikan terkait KUHP 2023 yang mencabut beberapa pasal dalam UU lain seperti mencabut beberapa pasal UU Narkotika yaitu pasal 111 s/d pasal 127 tetapi selanjutnya tidak diatur dalam KUHP 2023 yang berdampak saat berlakunya KUHP 2023 bulan Januari 2026 nanti maka tindak pidana menanam, menjual narkotika jenis tanaman tidak lagi perbuatan criminal.
Selanjutnya terkait pasal 3 ayat (5) perlu diperjelas siapa instansi atau pejabat yang berwenang. Terkait pidana pengawasan sepertinya pasal 77 bertentangan sebagaimana dimaksud pasal 76 ayat 4. Ukuran sepadan sebagaimana dimaksud pasal 82 ayat (3) dan ayat (4) juga harus diperjelas supaya tidak sulit dalam penerapannya nanti, demikian juga pada KUHP 2023 banyak alternatif pidana pengganti yang akan bisa memunculkan pidana penganti berantai dalam pelaksanaannya.
Pada dialoq terbatas tersebut para nara sumber Prof Topo Santoso, Prof Marcus Priyo Gunarto, Fachrizal Affandi, PhD serta Cahyani Suryandari, S.H., M.H. dari Direktur perancang perundang-undangan juga memberi tanggapannya.
Narasumber Prof Topo Santoso menyampaikan menerima positif atas adanya masukan dan melihat memang ada beberapa hal yang harus diperbaiki ujarnya, Prof Topo Santoso memberi 2 usulan untuk menampung masukan tersebut, yaitu pertama terkait substansi pasal mana yang bisa disesuaikan tanpa mengubah substansi yang sudah disepakati, atau kedua revisi dapat dilakukan melalui penyesuaian berbagai ketentuan diluar KUHP dengan KUHP 2023 sebagaimana dimaksud pasal 613, sehingga bila UU ini lahir maka ditumpangkan atau ditambahkan substansinya dengan beberapa pasal yang direvisi.
Sedangkan nara sumber Prof Marcus Priyo Gunarto pada kesempatan secara daring/zoom menyampaikan masukan pada dialoq tersebut sangat menarik karena ada masukan untuk diperbaiki tetapi ada juga yang perlu didiskusikan lebih mendalam, Prof Marcus Priyo Gunarto mengusulkan revisi dapat dilakukan melalui cara Yudicial Review yang memiliki kendala dengan belum adanya kerugian yang diderita atau melalui Legislatif Review yang memiliki kendala belum berlakunya KUHP 2023 tersebut, dan menyarankan sebelum mengambil langkah cara Yudicial Review atau melalui Legislatif Review agar masukan pada dialoq tersebut dapat ditampung lebih dahulu dan kalau bisa Legislatif Review berupa usulan dari DPR.
Selanjutnya nara sumber Fachrizal Affandi, PhD juga menyampaikan masih ada waktu 1 tahun 2 bulan lagi untuk menyisir masukan, dengan adanya UU penyesuaian sebagaimana dimaksud pasal 613 bisa sebagai salah satu cara untuk menampung masukan tersebut. Sebaiknya dilakukan revisi karena UU ini inisiatif pemerintah maka perlu didorong dan diagendakan dalam Prolegnas. Dan nara sumber Cahyani Suryandari, S.H., M.H. menyampaikan agar data inventaris berupa masukan dalam dialoq terbatas ini nanti dapat diserahkan sebagai masukan dalam penyusunan beberapa RPP KUHP 2023 yang sedang disusun dan untuk masukan kepada pimpinan agar bisa disenergikan dengan BPHN serta diagendakan dalam Prolegnas 2025-2029 yang nanti bisa diprakarsai oleh Kemenkumham. Terkait UU penyesuaian juga sudah menjadi catatan tersendiri sebagai salah satu cara untuk memperbaiki KUHP 2023 yang saat ini masih dalam proses pemberlakuannya.
Pada acara dialoq terbatas dengan moderator Dr Sunarwan, S.H,. M.H disimpulkan dalam rangka memperbaiki dan melaksanakan pasal KUHP yang menjadi kendala atau sulit dilaksanakan nantinya maka dari Kemenkumham akan ada aturan pelaksanaan berbentuk UU dan kemudian nanti tahun 2025 agar di dorong BPHN memasukannya dalam Prolegnas.
Adanya Dialog terbatas ini diharapkan dapat memberi masukan dan solusi dalam menghadapi pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2023 yang akan berlaku resmi bulan Januari tahun 2026.(bc)