Medan, – Sidang lanjutan Praperadilan terhadap Polres Pelabuhan Belawan oleh Direktur PT Minajaya Persada Makmur (MPM) Asnah selaku penggugat ke Pengadilan Negeri Medan, Jumat (09/12/22), kali ini agenda menghadirkan dua orang ahli dari termohon.
Dua ahli yang dimintai keterangan yakni Ahli Perusahaan (Korporasi) Dr Ramlan dan Ahli Pidana, Dr.Alfisahri.
Sebagaimana yang disampaikan AKBP Napitupulu, Kuasa Hukum Termohon yakni Polres Pelabuhan Belawan, kepada wartawan yang seusai persidangan mengatakan bahwa pengaduan yang diajukan tidak perlu menunggu RUPS.
Mengenai adanya pelaporan yang dikuasakan kepada pihak lain sehingga ini menjadi gugatan praperadilan, Napitupulu memaparkan bahwa ahli dalam pendapatnya siapa saja bisa melaporkan karena itu delik umum.
Terpisah Bornok Simanjuntak kuasa hukum dari Asnah menyatakan dari dua ahli yang dihadirkan termohon, ada yang bisa diterima dan ada yang tidak.
“Karena ahli menyampaikan yang diketahuinya sesuai dengan keahliannya,”ujar Bornok.
Menurutnya ada yang tidak bisa diterima yakni dalam undang-undang perseroan bahwa Komisaris bisa memberikan kuasa kepada dewan komisaris, nah menurut ahli yang dihadirkan termohon bisa diberikan kepada orang lain, itulah yang tidak bisa kita terima.
Nah mengenai bukti surat, dalam perkara pidana itu diterima dari pelapor dan tidak ada tandatangani orang yang dilapor dan nama tidak ada disitu sebagai bukti dalam perkara pidana apakah itu bisa, lanjut Bornok yang menanyakan kepada Ahli Pidana, Alfi Sahri, dimana dijawabnya bisa.
Nah begitu juga siapa saja bisa melaporkan, ini tidak diterima seharusnya orang yang berkompeten dan memahami permasalahannya, artinya setiap pelaporan adalah orang yang mempunyai hak dan kewajiban makan nya dia yang melaporkan.
Meski ada keterangan atau pendapat ahli tidak bisa diterima, tapi ada juga yang kita terima yakni kerugian perseroan harus diutamakan hukum perdata dan tidak bisa pidana.
Dan begitu juga ada ketentuan tidak sesuai dengan Rups, maka kebijakan bisa dibatalkan, kuasa hukum pemohon menyatakan sepakat.
Begitu juga mengenai pendapat ahli pidana tentang perolehan alat bukti diperoleh secara tidak sah maka penetapan tersangka tidak sah, dan hal itu kami sependapat dengan ahli.
Sebelumnya, Polres Pelabuhan Belawan digugat dalam sidang praperadilan yang diajukan Asnah (44) warga Kota Medan lantaran merasa dikriminalisasi.
Direktur PT MPM ini mengajukan gugatan praperadilan terhadap Polres Pelabuhan Belawan karena ditetapkan sebagai tersangka dugaan kasus penggelapan. Kuasa hukumnya, Bornok Simanjuntak menyebutkan penetapan tersangka terhadap kliennya penuh kejanggalan sehingga diduga adanya kriminalisasi terhadap kliennya.
Namun persidangan yang dipimpin hakim tunggal Oloan Silalahi di ruang Cakra 4 itu ditunda lantaran pihak Polres Pelabuhan Belawan selaku termohon tidak hadir.
Bornok menyampaikan kekecewaanya karena ketidakhadiran dari pihak Polres Pelabuhan Belawan. Sebab dengan ketidakhadiran pihak termohon, persidangan prapid ini akan berlarut.
“Karena ketidakhadiran pihak termohon, sidang ditunda hingga tanggal 5 Desember mendatang,” jelasnya.
Kasus itu mencuat atas dasar permohonan Praperadilan nomor: 53/Pid.Pra/2022/PN Mdn tersebut diajukan agar hakim Pengadilan Negeri Medan memeriksa dan memutuskan mengenai sah atau tidaknya penetapan tersangka yang dilakukan Kepolisian Resor Pelabuhan Belawan terhadap kliennya atas perkara dalam Laporan Polisi nomor: LP/B/539/X/2021/SPKT/POLRES PEL.BELAWAN/POLDA SUMUT tanggal 16 Oktober 2021.
“Klien kami yang menjabat sebagai direktur dan pemilik 20 lembar saham dari total 100 lembar saham, ditetapkan Kepolisian Resor Pelabuhan Belawan sebagai tersangka sejak bulan Mei 2022, dengan dugaan melakukan tindak pidana penggelapan dalam jabatan yang diketahui terjadi pada bulan Januari 2021,” ujar Bornok.
Menurutnya, adapun permohonan praperadilan ini dimajukan karena penetapan tersangka terhadap Asnah yang dilakukan Polres Pelabuhan Belawan patut dinyatakan tidak sah yang disebabkan beberapa hal.
Pertama, penyelidikan dan penyidikan dilakukan berdasarkan laporan polisi yang dibuat secara tidak sah.
“Dimana pelapor bukan merupakan direksi atau komisaris atau karyawan dan juga bukan pemilik saham, sehingga pelapor tidak berwenang untuk mewakili kepentingan perusahaan,” tegas Bornok.
Kedua, sambung Bornok, dalam proses mendapatkan bukti permulaan dinilai cacat prosedur, sebab audit dilakukan oleh orang yang bukan akuntan publik, kemudian audit dilakukan tanpa adanya penunjukan dari direksi.
Selain itu, laporan audit belum mendapat persetujuan atau pengesahan dari RUPS. “RUPS LB yang dijadikan dasar untuk pelaksanaan audit adalah tidak sah karena RUPS LB diselenggarakan oleh orang yang tidak menjabat sebagai Direksi atau
Komisaris atau karyawan dan juga bukan pemilik saham,” sebut Bornok.
Kemudian pertimbangan lainnya, kata Bornok, perkara yang dilaporkan terkait kerugian yang dialami perusahaan merupakan perkara perdata.
Sesuai ketentuan pasal 97 ayat (6) UU RI Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseoran Terbatas, pemegang
saham yang mewakili paling sedikit 1/10 bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan negeri terhadap anggota direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada perseroan.
Dikatakan Bornok, penetapan tersangka tidak didasarkan pada minimal 2 alat bukti yang sah. “Sebab alat bukti yang saat ini digunakan untuk menetapkan klien saya sebagai tersangka belum atau tidak dapat dinyakatan sah, sebab belum semua aset dan unit usaha Perusahaan dilakukan audit,” tegasnya.(Red)