JAKARTA – Seorang anggota Panitia Pemungutan Suara (PPS) di Desa Tanipah, Kecamatan Alo-alo, Banjar, Kalimantan Selatan bernama Sulaiman mengakui telah dibayar untuk menggelembungkan suara untuk Partai Amanat Nasional (PAN) pada Pemilu 2024. Sulaiman mengatakan penggelembungan itu diarahkan oleh PPK Kecamatan.
Hal itu Sulaiman akui saat dihadirkan sebagai saksi dari Partai Demokrat di sidang perselisihan hasil Pemilu (PHPU) legislatif di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (29/5).
“Di sini saya akan menjelaskan tentang penggelembungan dan manipulasi suara dari partai dan calegnya yang diarahkan oleh PPK Kecamatan Alo-alo,” kata Sulaiman.
Awalnya, kata Sulaiman, dirinya dihubungi oleh PPS Kecamatan dan ditawari ‘upah untuk penambahan suara’. Ketua Hakim Suhartoyo pun bertanya apakah penambahan suara itu jadi dilaksanakan atau tidak. Lalu, Sulaiman mengakui jika penambahan itu terjadi. Sulaiman menyebut ada pemindahan suara ke PAN.
“Terjadi tidak itu penambahan suaranya?” tanya Suhartoyo.
“Terjadi Pak. Itu penambahan,” aku Sulaiman.
“Suara dari mana ke siapa?” tanya Suhartoyo lagi.
“Dari Partai PAN dan serta caleg lainnya,” jawab Sulaiman.
Surahtoyo kembali memastikan ke mana saja larinya penambahan suara itu. Sulaiman menjawab, “Dari PAN, dari partai ke caleg nomor 1 , nomor 2 dan caleg nomor urut lainnya.”
Sulaiman mengatakan penambahan suara itu berkisar 634 yang masuk ke PAN. Pemindahan dilakukan selama dua malam.
Sulaiman mengaku diberi bayaran Rp100.000 untuk setiap satu suara yang pindah.
“Memang mau dijanjikan upah berapa?” tanya Suhartoyo.
“Dari keterangan beliau kemarin, satu suara, 100 ribu. 634 suara,” jawab Sulaiman.
“Sudah dipenuhi janji upah itu?” tanya Suhartoyo lagi.
“Sudah dipenuhi. Langsung diserahkan oleh salah satu anggota PPK kepada saya,” jawab Sulaiman.
Sebelumnya, Keributan terjadi di MK menjelang sidang pembuktian PHPU legislatif perkara 196 pada siang ini. Berdasarkan pantauan CNNINdonesia.com sekitar pukul 13.50 WIB, tampak tiga orang yang mengklaim keluarga saksi PHPU dari Partai Demokrat mendatangi gedung MK.
Tampak seorang perempuan berteriak saat saksi hendak dibawa masuk ke gedung MK. Perempuan itu mengaku tidak setuju dengan cara dari pihak Demokrat yang membawa adiknya untuk menjadi saksi.
Perempuan itu mengatakan dirinya tidak bisa menghubungi sang adik setelah dibawa oleh pihak Demokrat.
“Saya kakaknya tau enggak. Jangan ada paksaan. keluarkan adik ku,” teriak perempuan itu.
Dalam perkara ini, Demokrat mempermasalahkan perolehan suara PAN di daerah pemilihan Kalimantan Selatan (Kalsel) I. Berdasarkan penghitungan Demokrat, PAN seharusnya memperoleh suara sebanyak 88.536.
Namun, berdasarkan penghitungan suara KPU, PAN mendapat 94.602 suara atau selisih 6.066 dari jumlah suara berdasarkan penghitungan PAN.
Dengan perolehan suara versi KPU, Demokrat berpandangan PAN berhasil mendapatkan kursi keenam sekaligus kursi terakhir di dapil tersebut. Caleg yang mendapat kursi keenam itu adalah Pangeran Khairul Saleh, caleg petahana yang saat ini merupakan Wakil Ketua Komisi III DPR RI
Sementara Partai Demokrat berada di urutan ketujuh dengan perolehan 89.979 suara. Dengan perolehan itu, Demokrat gagal mendapatkan kursi DPR.
Jika MK mengabulkan gugatan mereka, maka caleg dari Demokrat berpotensi menggeser posisi Khairul Saleh.(cnni/bj)