MEDAN – Pengamat Ekonomi Sumatera Utara, Gunawan Benjamin mengatakan, harga jagung mengalami kenaikan yang cukup tajam belakangan ini.
Harga jagung terpantau mulai mengalami kenaikan dari bulan oktober tahun 2023. Dimana kala itu, harga jagung masih dikisaran 6 ribu per Kg. Namun, saat ini harga jagung pipil sudah mencapai 7.700 per Kg nya. Sementara, jagung giling sudah mencapai 8 ribu per Kg,katanya di Medan,Sabtu (18/2/2024)pagi.
Gunawan menambahkan, harga jagung tersebut adalah harga dimana peternak membeli pakan (jagung). Kenaikan harga jagung tersbeut memang berpotensi membuat peternak daging ayam maupun peternak telur ayam mengalami kerugian.
Terlebih untuk peternak daging ayam mandiri, karena kenaikan biaya input produksi tidak lantas membuat harga daging ayam dipasaran juga ikut naik.
“Dalam 4 bulan belakangan harga daging ayam sempat ditransaksikan dalam rentang 23 hingga 32 ribu per Kg. Saat ini harga daging ayam berada dikisaran 30 hingga 32 ribu per Kg mengacu kepada PIHPS di kota medan. Padahal disaat harga jagung masih dikisaran 6 ribuan saja, harga kontrak dikandang berkisar 21 ribu per Kg nya. Dengan harga segitu, maka harga keekonomian di pedagang pengecer sekitar 31 hingga 33 ribu per Kg nya,”jelas Gunawan.
Sayangnya,lanjut Gunawan harga jagung yang naik belakangan ini, tidak lantas mendorong kenaikan harga daging ayam maupun telur ayam. Dan dari pantauan di pasar, dalam dua bulan terkahir saja terjadi kenaikan harga pakan ternak sebanyak 500 rupiah per Kg nya. Tetapi harga daging ayam mentok di angka 32 ribu. Memang kita mengkuatirkan gimana nasib peternak mandiri nantinya,ujarnya.
Karena katanya, mereka yang paling terdampak dengan kenaikan biaya input produksi tersebut. Sementara menaikkan harga justru bisa membuat konsumen beralih ke sumber pangan subtitusi seperti telur, tahu/tempe atau ikan segar.
Konsumen sangat sensitif dengan kenaikan harga belakangan ini. Dan dari beberapa kali menghitung ekspektasi produksi, penurunan produksi juga tidak lantas memicu kenaikan harga di level konsumen,ungkap Gunawan.
Jadi,menurut Gunawan memang pasar daging ayam berpeluang membentuk struktur pasar oligopoli seperti yang disampaikan KPPU (komisi pengawas persaingan usaha) Sumut.
Tetapi mekanisme pasar yang membuatnya menjadi seperti itu. Perusahaan daging ayam terintegrasi memang berpeluang bertahan di tengah tekanan kenaikan biaya input produksi, dibandingkan dengan peternak mandiri,katanya. Jika nanti banyak peternak mandiri yang merugi atau bahkan gulung tikar karena kenaikan harga jagung.
Dan menyisahkan peternak besar (perusahaan) terintegrasi, maka itu bukan salah mereka (perusahaan). Mekanisme pasar yang membuat struktur pasarnya menjadi oligopoli.
Saya harap KPPU bisa mendalami lagi dinamika pasar yang berkembang belakangan ini. Karena daya beli yang melemah membuat mekanisme pasar menseleksi produsen efisien yang mampu bertahan,tutup Gunawan.(jae)