MEDAN — Dugaan praktik “kongkalikong” dalam tender proyek pemerintah kembali mencuat di tubuh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Medan. Informasi yang diterima dari sejumlah sumber internal menyebutkan adanya indikasi pengaturan pemenang proyek bahkan sebelum paket pekerjaan resmi diumumkan di LPSE.
Beberapa proyek bernilai ratusan juta hingga miliaran rupiah diduga telah memiliki “pemenang” sejak jauh hari. Informasi lain menyebutkan, pertemuan tertutup terkait pembagian proyek telah dilakukan pada Mei 2025, padahal paket baru tayang di laman LPSE Agustus 2025.
Tak berhenti di situ, setiap rekanan yang terlibat disebut wajib menyetor 20–25% kepada pihak tertentu di dinas terkait. Pola ini dinilai telah membentuk sistem monopoli dan mengabaikan prinsip transparansi pengadaan.
Padahal, Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 menegaskan proses pengadaan barang/jasa pemerintah wajib dilakukan secara terbuka, akuntabel, dan kompetitif untuk mencegah praktik kolusi dan korupsi.
“Kalau benar proyek belum tayang tapi pemenangnya sudah ditentukan, itu jelas melanggar aturan. Aparat penegak hukum harus turun tangan,” tegas Fernanda Nasution, Koordinator KAMPEDA (Koalisi Aktivis Mahasiswa Daerah).
Fernanda juga menilai praktik seperti ini berpotensi mencederai semangat reformasi birokrasi yang sedang dibangun Wali Kota Medan, Rico Waas.
“Pak Wali sedang mendorong meritokrasi agar pemerintahan bersih dan profesional. Tapi kalau bawahannya bermain proyek, itu jelas merusak kredibilitas dan kerja keras beliau,” tambahnya.
KAMPEDA menegaskan, akan membawa dugaan ini ke ranah hukum dengan melaporkannya ke Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara. Mereka juga mendorong KPPU untuk menyelidiki potensi pelanggaran persaingan usaha dalam proyek-proyek tersebut.(bj)







