JAKARTA – Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose dalam rangka menyetujui 4 permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme keadilan restoratif, Kamis (25/7/2024).
Adapun salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif, yaitu terhadap Tersangka Prianto alias Pri bin Samsuri dari Kejaksaan Negeri Barito Utara, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiyaan.
Dari rilis yang diterima bhinekanews.id, Kepala Pusat Penerangan Hukum Dr. Harli Siregar SH MHum menguraikan, kronologi bermula saat Prianto alias Pri bin Samsuri ditagih hutang oleh Saksi Korban Dra. Emy Yuliet alias Emy binti Nertian Lenda bersama Saksi Titawaty alias Atit binti Indarson di rumah tersangka.
“Pada saat menagih hutang tersebut, sempat terjadi percekcokan antara Tersangka Prianto alias Pri bin Samsuri dengan Saksi Korban Dra. Emy Yuliet alias Emy binti Nertian Lenda, dimana Tersangka merasa emosi dan langsung berdiri sambil berkata, ”mana mandau, ku bunuh ja (dimana mandau/ senjata tajam, kubunuh saja)”, namun senjata tajam tersebut tidak ditemukan,” ungkap Harli.
Kemudian, lanjut Harli, Prianto alias Pri bin Samsuri sambil marah dan memukul saksi korban dengan cara mencekik leher saksi korban menggunakan kedua tangannya sampai tersandar di tembok, lalu menendang bagian perut dan tangan Saksi Korban menggunakan kaki sebelah kiri sebanyak 2 kali, kemudian saksi Titawaty yang melihat langsung kejadian tersebut menarik badan saksi korban untuk menghentikan perbuatan Tersangka tersebut.
Bahwa akibat dari perbuatan Tersangka Prianto alias Pri bin Samsuri, korban Dra. Emy Yuliet alias Emy binti Nertian Lenda mengalami mengalami luka pada leher belakang dan leher kiri akibat persentuhan dengan benda tumpul, yang dikuatkan dengan Visum et Repertum Nomor Rekam Medik : 01/305/R.Med/X/2023 tanggal 01 Oktober 2023, yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. Muhammad Akmal Hidayat Saadilah Kurik, SIP. 445.1/002/DPMPTSP/2023.
Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Barito Utara Guntur Triyono, S.H., M.H. bersama Kasi Pidum Agung Cap Prawarmianto, S.H. serta Jaksa Fasilitator Yuliana Catrin Tri Sumarna, S.H dan Neisa Nurfitriani Pratama, S.H. menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.
“Dalam proses perdamaian, tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada korban dan mengaku bahwa saat kejadian Tersangka tersulut emosi sesaat. Setelah itu, korban menerima permintaan maaf dari tersangka dan juga meminta agar proses hukum yang sedang dijalani oleh tersangka dihentikan,” sebut Harli.
Lanjutnya, usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Barito Utara mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah. Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah Dr. Undang Mugopal, S.H., M.Hum. sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) lalu permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Kamis, 25 Juli 2024.
Selain itu, JAM-Pidum juga menyetujui 3 perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif, terhadap tersangka:
1. Tersangka Khamim Atmaja bin Mujito (Alm) dari Kejaksaan Negeri Tapin, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
2. Tersangka Syah Budi dari Kejaksaan Negeri Asahan, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
3. Tersangka Surya Ginting alias Gopal dari Kejaksaan Negeri Binjai, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiyaan.(Bc)