MEDAN- Gerakan Anti Penistaan Agama Islam (GAPAI) Sumut melaporkan beberapa kasus penistaan agama kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Utara dalam pertemuan yang membahas isu penistaan agama, Rabu (11/12/2024) di Gedung MUI, Jalan Majelis Ulama, Kecamatan Medan Timur, Kota Medan.
Ketua GAPAI Sumut, Ustad Rahmat Gustin SE, mempresentasikan laporan tentang perjalanan gerakan pelaporan penistaan agama Islam. Dalam pemaparannya, GAPAI mengungkapkan upaya mendokumentasikan dan melaporkan akun-akun di media sosial yang diduga melakukan penistaan agama, seperti akun YouTube, TikTok, dan Instagram. Beberapa kasus yang disoroti antara lain:
Rudi Simamora, dilaporkan ke Polda Sumut dengan nomor STTLP/B/1435/X/2024 atas dugaan penistaan agama.
Akun TikTok @Tuan_logika, dengan pemilik bernama Ahmad Taufik, dilaporkan atas video yang dianggap merendahkan kitab suci.
Akun Facebook Sudiro Sihombing yang berisi ujaran kebencian terhadap Islam dan tokoh-tokohnya.
Akun Instagram Mahdalena Simanjuntak, yang telah dilaporkan namun mengklaim akunnya dibajak, meskipun masih aktif hingga kini.
Selain itu, GAPAI juga menyoroti dugaan pelanggaran lain, seperti pernyataan salah satu tim kampanye pasangan calon bupati di Dairi yang menyebut surat Al-Maidah ayat 51 tidak berlaku di daerah tersebut, serta konten di situs web STT Nias yang dinilai menyimpangkan ajaran Islam.
Terkait hal itu, Ketua Umum MUI Sumut Dr. H. Maratua Simanjuntak, menegaskan pentingnya menjaga akidah umat melalui penanganan kasus penistaan agama secara tegas.
“Rapat ini bertujuan menyamakan langkah dalam menyelesaikan persoalan ini sesuai dua peran utama MUI yakni shodiqul hukumah dan khodimul ummah. Penistaan agama adalah bagian dari ancaman terhadap akidah umat, yang harus kita tangani dengan serius,” ujarnya sebagaimana dilansir Waspada.id.
Ia juga menyampaikan apresiasi kepada GAPAI yang telah aktif melaporkan berbagai kasus ini ke aparat penegak hukum.
“Jika kasus-kasus ini dibiarkan, maka penghinaan terhadap agama akan terus berlanjut. Kita juga harus bersikap tabayun jika pelaku berasal dari umat Islam, tetapi tetap tegas terhadap pelanggaran,” tegasnya.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Utara menjadi rujukan utama dalam berbagai kasus penistaan agama. Pada tahun ini saja, sebanyak lima kasus telah diajukan untuk mendapatkan pendapat dan kesaksian ahli dari MUI. Proses ini kemudian dilimpahkan ke Komisi Fatwa MUI Sumut untuk ditangani sesuai prosedur.
Ketua MUI Sumut mengungkapkan bahwa penistaan agama yang terjadi tidak hanya berasal dari luar Islam, tetapi juga dari internal umat Islam sendiri. Salah satu contohnya adalah ajaran MPTTI (Majelis Pengajian Tauhid Tasawuf Indonesia) yang telah difatwakan sesat oleh MUI. Ajaran ini mengklaim bahwa Nabi Muhammad adalah Allah, sebuah pandangan yang menyimpang dari ajaran Islam.
Kasus lainnya adalah fenomena “Kampung Kasih Sayang” di Langkat, yang juga telah difatwakan sesat oleh MUI. Pimpinan komunitas ini diketahui memiliki 13 istri, sebuah praktik yang melanggar hukum agama maupun negara.
Acara ini dihadiri oleh berbagai pihak terkait, termasuk Dewan Pimpinan MUI Sumut, Lembaga Advokasi dan Hukum Islam (LADUI), Lembaga Dakwah Khusus (LDK) MUI Sumut, Ketua PW Gerakan Anti Penistaan Agama Islam (GAPAI) Sumut, Ketua PW NU Sumut, serta perwakilan MUI dari Kota Medan, Deli Serdang, Langkat, Nias, Dairi, dan Humbang Hasundutan.
Pertemuan ini menutup dengan kesepakatan memperkuat kerja sama antar lembaga dalam menjaga harmoni umat beragama dan memastikan bahwa pelaku penistaan agama mendapat sanksi yang sesuai dengan hukum yang berlaku. (isl)