JAKARTA – Pada Rabu malam tanggal 23 Oktober 2024 sekitar pukul 18.35 WIB, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jam Pidum) Prof. Dr. Asep N. Mulyana melalui Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulawesi Tenggara, memerintahkan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Konawe Selatan Ujang Sutisna untuk turun langsung sebagai Jaksa Penuntut Umum dalam persidangan penanganan perkara guru honorer Supriyani, yang akan digelar di Pengadilan Negeri Andoolo hari Kamis tanggal 24 Oktober 2024.
Perintah itu dimaksudkan agar Kajari Konawe Selatan dapat langsung melaksanakan petunjuk dan arahan Jam Pidum untuk langsung diimplementasikan di persidangan, sehingga tidak terjadi bias ataupun jeda komunikasi antara Jam Pidum dengan Kajari. Di samping itu, Jam Pidum berharap agar Kajari dapat langsung melaporkan berbagai dinamika yang terjadi dalam penanganan perkara guru honorer Supriyani.
Dalam kesempatan itu, Jam Pidum juga menyampaikan kepada Kajati Sulawesi Tenggara untuk secara pro aktif memantau langsung pelaksanaan persidangan yang dilaksanakan di Pengadilan Negeri Andoolo, serta segra melaporkan sesegera mungkin berbagai dinamika yang terjadi di lapangan. Bahkan Asep Mulyana juga menyarankan kepada Kajati Hendro Dewanto agar penanganan perkara tersebut tidak berlarut-larut. “Saya minta agar Pak Kajati segera menuntaskan penanganan perkara Bu Supriyani, sesuai dengan asas peradilan yang cepat, sederhana dan berbiaya ringan,” ungkap Asep dalam percakapannya melalui telepon.
Untuk itu, Jam Pidum telah menyiapkan petunjuk tuntutan yang disampaikan kepada Kajari Konawe Selatan, agar dapat dibacakan pada persidangan yang digelar hari kamis ini. “Saya harapkan Kajari Konawe Selatan selaku Jaksa Penuntut Umum menyampaikan permohonan kepada Majelis Hakim di Persidangan, agar tuntutan dapat dibacakan pada hari kamis besok,” imbuh Asep Mulyana.
Ketika ditanya media, apakah pembacaan surat dakwaan yang disampaikan pada hari yang sama dengan surat tuntutan (requisitor) tidak bertentangan dengan hukum acara? Dengan sigap mantan Kajati Jawa Barat itu menjawab: “Tidak bertentangan dengan KUHAP, sepanjang setelah pembacaan surat dakwaan tetap diberikan kesempatkan kepada terdakwa maupun penasehat hukum untuk menyampaikan eksepsi atas Surat Dakwaan Jaksa, serta setelah dilakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi dan alat bukti lainnya sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP untuk disampaikan di depan Majelis Hakim.”
Ini berarti bahwa tahapan-tahapan persidangan yang dimulai dari pembacaan surat dakwaan, eksepsi oleh terdakwa/penasehat hukum, pemeriksaan saksi dan alat bukti lainnya, sampai pemeriksaan terdakwa selesai, baru JPU membacakan surat tuntutannya di depan sidang pengadilan. “Nah kalo semua tahapan persidangan sesuai KUHAP telah dilaksanakan, apa yang salah jika kemudian JPU meminta pada Majelis Hakim untuk membacakan requisitor pada hari yang sama,” kata Asep balik bertanya.
Pemikiran Asep Mulyana itu didasarkan pada asas peradilan yang cepat, sederhana dan berbiaya ringan, yang menjadi salah satu fondasi utama dalam pelaksanaan proses peradilan pidana dalam seluruh tingkat peradilan, sebagaimana yang dicantumkan dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Yang penting semua pihak telah diberikan kesempatan yang sama untuk menyampaikan secara merdeka dan obyektif di muka persidangan yang terbuka untuk umum, sehinga masyarakat dapat menyaksikan jalannya persidangan secara fair. “Untuk apa menunda-nuda proses hukum yang seharusnya bisa segera dituntaskan. Ingat itu prinsip justice delayed is justice denied,” pungkas Asep Mulyana. (bc)