Medan, – Setelah 1 bulan berlalu sejak laporan polisi yang diajukan oleh oknum dosen G pada Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) dengan menghadirkan beberapa orang dosen sebagai saksi untuk menguatkan laporan bakal terkena sanksi tegas yakni diberhentikan dengan tidak hormat.
Kepada wartawan dalam siaran persnya, Rektor UMSU melalui Kuasa Hukumnya, Adi Mansar SH,MH menyebutkan bahwa pun alasan diberhentikan dengan cara tidak hormat karena telah melanggar etik dan melakukan tindakan-tindakan yang tidak terpuji dan dapat membuat citra baik institusi menjadi rusak.
Meski laporan tersebut ditujukan kepada Rektor UMSU dalam hal ini sebagai pimpinan universitas, sangat sulit untuk
mengatakan bahwa yang dilaporkan itu adalah personal karena menyebutkan jabatan.
Disebutkannya wajar saja setiap orang dapat menempuh upaya hukum baik itu melaporkannya kepada polisi maupun gugatan ke Pengadilan, itu adalah hal yang lumrah apalagi negara ini adalah negara demokrasi.
Namun lanjut Adi Mansar, meski ditengah alam demokrasi semua harus berdasarkan fakta bukti dan juga kewenangan yang dimiliki oleh masing-masing.
Andaikata pun kita merasa sebagai orang yang mengalami kerugian akibat sesuatu adanya administrasi mestinya diselesaikan dulu secara administrasi apalagi kalau informasi dan laporan yang kita berikan tersebut tidak sesuai dengan fakta yang terjadi di lapangan.
Hal ini terlihat bahwa ketika memberikan informasi atau keterangan pada pihak penyidik Poldasu, saya sebagai kuasa hukum saksi yang diperiksa oleh penyidik kepolisian pada saat itu dapat menilai dan
menganalisis bahwa adanya dugaan yang menurut pelapor terjadi kerugian bagi dirinya dengan melihat situs BPJS Ketenagakerjaan yang tercatat di dalamnya penghasilan pelapor tercatat Rp3 jutaan sementara alat bukti yang dibawa pelapor adalah satu SK yang gaji pokoknya hanya tercatat Rp1, 7 juta.
Karena terjadi perbedaan selisih angka yang sangat signifikan maka diduga ada pelanggaran 372 atau 378 KUHP pidana, sebagaimana yang dilaporkan G kepada Rektor UMSU.
Padahal sesungguhnya SK seluruh dosen baik si pelapor itu sudah terjadi perubahan dua kali 2021 dan Desember 2020 sementara SK yang dibawa adalah SK yang keluar tahun 2017.
Berdalih merasa dirugikan dan kemudian membuat laporan di kepolisian yang seakan-akan informasi yang diberikan tidak didukung oleh data dan fakta yang valid secara hukum ini sangat merugikan
bagi semua pihak terutama universitas atau institusi dan juga bagi terlapor sendiri.
Sebagaimana dalam SK penugasan bahwa yang mempunyai kewenangan untuk mempublikasi mengirimkan mengupload dan juga mendata seluruh kewajiban yang berkaitan dengan BPJS tenaga kerja adalah Dewi bukan rektor UMSU.
“Sehingga dalam hal ini tidak ada satupun yang berkaitan dengan pendelegasian ataupun wewenang yang diberikan langsung oleh rektor UMSU yang merupakan kewenangannya kepada orang lain,” ujarnya.
Sesuai dengan tupoksi berdasarkan SK yang berkaitan dengan BPJS ketenagakerjaan untuk urusan pembayaran baik berdasarkan sistem yang ada maupun perkembangan yang akan ke depan itu merupakan kewenangan klien saya sehingga hal ini menurut pendapat saya agak sedikit di politisasi yang dapat menurunkan citra dan merusak martabat seseorang.
Hal ini tentu membawa efek negatif baik bagi pelapor maupun bagi institusi sehingga ada tindakan dan upaya yang sudah dilakukan oleh universitas baik secara pemeriksaan etik terhadap bersangkutan.
“Tentu apabila diperoleh pelanggaran etik akan berujung berupa pelanggaran berat yaitu pemecatan bagi para pelapor maupun bagi para saksi yang sudah menguatkan laporan dan notabene memberikan keterangan tidak sesuai dengan penghasilan yang diceritakan masing-masing,”ujarnya
Sependapat dengan kuasa hukum Bendahara Keuangan UMSU Dewi, yakni Direktur Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Prof. Dr. H. Triono Eddy, SH.,M.Hum menilai bahwa perlakuan yang dilakukan oleh pelapor dan juga saksi tentu diluar batas nalar dan sudah menghitung untung rugi baik bagi dirinya yang berkaitan dengan profesi sebagai dosen di UMSU.
Dan tentunya sebagai kader Muhammadiyah atau perserikatan yang selama ini membesarkan nama dan kedudukan masing-masing.
Tidak berlebihan tentu sebagai pimpinan universitas apabila dicemarkan namanya dan kemudian dirugikan kedudukan dan marwahnya sebagai seorang Rektor tidak salah kemudian ketika mengambil tindakan tegas apalagi sudah diperiksa dan dinyatakan terbukti ada pelanggaran.
Karena bagi BPH bersama Direktur pasca tim pemeriksa etik dan beberapa pimpinan fakultas telah bermusyawarah untuk mencari solusi dan jalan terbaik yang salah satu poinnya menyelamatkan nama institusi memperbaiki nama baik pimpinan universitas dan memberikan tindakan bagi setiap dosen yang sengaja membuat kegaduhan memberikan informasi yang tidak valid yang dapat berakibat bagi kemaslahatan perserikatan maupun UMSU.(Red)