MEDAN – Menurut data BPJS hingga Juni 2022, sebanyak 89 persen warga Kota Medan telah tercover layanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), dan selangkah lagi bisa mewujudkan program layanan kesehatan Universal Health Coverage (UHC), dimana salah satu manfaatnya, yakni warga yang akan memanfaatkan layanan kesehatan secara gratis, cukup dengan menunjukkan Kartu Tanda Pengenal (KTP).
Hal itu terungkap saat Diskusi dan Sosialisasi JKN Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Cabang Medan bersama insan pers di Koki Sunda, Selasa siang (28/6/2022).
Mewakili BPJS Kesehatan Cabang Medan, hadir Kabid Kepesertaan dan Pelayanan Peserta Supriyanto Syahputra, Kabid SDM Umum dan Komunikasi Publik Rahman Cahyo, serta Staf Karina Oktaviana Meliala.
“Untuk mencapai program layanan kesehatan UHC, syaratnya 95 persen warga Kota Medan sudah harus tercover program JKN. Target kita semua, sisa 5 persen bisa segera dicapai,” ungkap Kabid Kepesertaan dan Pelayanan Peserta BPJS Kesehatan Cabang Medan Supriyanto Syahputra.
Supriyanto mengatakan, BPJS Medan bersama Pemko Medan saat ini tengah menggencarkan upaya untuk mencapai target tersebut.
“Kita harus dukung program Walikota Medan yang menargetkan akhir 2002, paling lama hingga awal 2023, Medan bisa mencapai UHC. Mudah-mudahan ini bisa tercapai.”
Dalam diskusi itu, Supriyanto menyampaikan informasi terkait program BPJS yakni JKN Kartu Indonesia Sehat (KIS), program layanan kesehatan yang memberi manfaat besar kepada masyarakat.
Selain itu, ada juga program Penerima Bantuan Iuran (PBI), jaminan kesehatan yang iuran kepesertaannya ditanggung pemerintah.
Terkait banyaknya keluhan masyarakat, karena tidak bisa memanfaatkan layanan kesehatan KIS PBI, Supriyanto menjelaskan bahwa data peserta KIS PBI terintegrasi dengan dengan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang ada di Kementerian Sosial (Kemensos).
Kemensos saat ini tengah berbenah, melakukan perbaikan dan pengecekan data di DTKS. Karena, banyak yang namanya terdaftar sebagai peserta PBI tetapi tidak ada dalam DTKS. Sebaliknya, banyak yang namanya terdaftar di DTKS, tetapi tidak ada di KIS PBI. Inilah yang akan didaftarkan kembali.
“Setiap bulan Kemensos mengurangi data-data yang tidak sesuai dengan alurnya. Akibatnya, banyak peserta KIS PBI yang mengeluhkan kartu kepesertaannya tiba-tiba telah dinonaktifkan,” jelasnya.
Bagi yang belum 6 bulan masa penonaktifan, bisa kembali mendaftar ke Dinas Sosial agar namanya ada di DTKS. Namun, sesuai aturan Kemensos, setelah penonaktifan 2 kali, tidak bisa diaktifkan lagi.
Begitupun, tambah Supriyanto, Pemko Medan punya solusi untuk masalah ini. Peserta yang tidak terdaftar dalam KIS PBI nasional, bisa mendaftar ke PBI yang iurannya telah ditanggung di APBD Kota Medan, melalui program Medan Sehat.
Lebih lanjut, Supriyanto menjelaskan, untuk kepesertaan KIS PBI (nasional, red), syaratnya, nama-nama seluruh anggota keluarga harus dalam satu kartu keluarga (KK). Semua nama yang tertera di KK akan terdaftar sebagai peserta.
Sedangkan untuk peserta dari pekerja upah, seperti PNS, TNI, Polri, atau karyawan swasta, yang ditanggung yakni suami, istri dan 3 orang anak. Dan iurannya sebesar 1 persen dari upah.
“Anak tertanggung dibatasi hingga usia 21 tahun. Kecuali si anak sedang mengikuti perkuliahan, ditanggung hingga usia 25 tahun. Dengan catatan, harus dilaporkan terlebih dulu,” terang Supriyanto.
Apabila, si anak sudah melewati batas usia tanggungan, bisa digantikan anak yang belum terdaftar, apabila jumlah anak dalam keluarga di atas tiga.
Supriyanto juga mengingatkan bahwa setiap perusahaan wajib mendaftarkan karyawannya untuk program JKN.
“Kalau ada perusahaan yang tidak mendaftarkan karyawannya, laporkan saja. Ada sanksi untuk perusahaan seperti itu.”
Ia mengkhawatirkan banyak perusahaan yang tidak mendaftarkan karyawaannya, dengan memanfaatkan keberadaan program PBI.
“Yang rugi adalah masyarakat tidak mampu yang seharusnya tertampung dalam PBI,” ungkapnya lagi.
Supritanto menerangkan, bagi peserta JKN mandiri, iuran kelas 1 sebesar Rp150 ribu, kelas 2 Rp 100 ribu.
“Sedangkan untuk kelas 3, sebesar Rp42.000. Namun, karena pemerintah pusat dan daerah telah mensubsidi Rp7.000, peserta kelas 3 cukup membayar iuran sebesar Rp35.000,” ujar Supriyanto.
Untuk memudahkan pelayanan terhadap peserta, BPJS Kesehatan telah melakukan berbagai upaya sosialiasi agar tidak terjadi kesimpangsiuran informasi.
“Termasuk di rumah-rumah sakit, puskesmas, klinik, kita telah menempel nomor hotline untuk layanan informasi dan aduan pelayanan, untuk memudahkan pelayanan,” tambah Supriyanto.
Sosialisasi juga dilakukan melalui berbagai program dan aplikasi yang mempermudah peserta mendapat layanan kesehatan, diantaranya aplikasi CHIKA dan PANDAWA yang bisa diakses melalui nomor 08118750400.
“Lewat aplikasi CHIKA (chat assistent) ini peserta BPJS tidak perlu keluar rumah untuk mengunjungi kantor BPJS Kesehatan guna menyelesaikan berbagai keperluan,” ujarnya.
CHIKA adalah pelayanan informasi dan pengaduan melalui chat yang direspons oleh Artificial Intelligence seperti cek status peserta, cek tagihan BPJS Kesehatan, lokasi fasilitas kesehatan, lokasi kantor cabang, mengubah data peserta, dan registrasi peserta.
“Fitur ini dapat diakses lewat Facebook Messenger, Telegram, serta WhatsApp,” tambah Supriyanto. (Edo)